Ibuku Kekasihku-01
Aku adalah seorang mahasiswa yang berusia 23 tahun. Selama tiga tahun terakhir ini aku menjalin hubungan sex dengan Ibu kandungku sendiri. Tentu para pembaca akan kaget mendengarnya, tetapi ini adalah kisah hidupku.
Sejak kecil aku telah diambil oleh orangtuanya Ibuku dan dibesarkan oleh mereka di Tanjung Pinang. Setamat SMP baru aku ikut Ibuku yang tinggal di kota Balikpapan, sebab ayahku yang kusebut Papa itu menjadi pegawai Bea Cukai di kota tersebut.
Ibu adalah seorang janda beranak satu sebelum menikah dengan Papaku. Kakak tiriku adalah seorang cewek, namanya Tanty. Ketika Ibu datang ke Tanjung Pinang untuk mengambilku, betapa terpesonanya aku melihatnya. Dia seorang wanita yang berparas cantik, kulitnya putih bersih, wajahnya agak mirip wanita Arab, sebab Kakek dari Ibu adalah orang Arab. Tubuhnya tinggi dan berisi serta punya betis kaki yang indah dan panjang. Beruntunglah Papaku ini mendapatkan Ibu sebagai isterinya.
Papaku berasal dari Sulawesi Utara, kawin dengan Ibuku yang dari Sumatera. Selama ini Ibu tetap mempertahankan agamanya, dia tidak mau ikut agamanya Papa. Singkat cerita, aku lalu tinggal bersama orangtuaku di kota Balikpapan, berkumpul dengan dua orang adikku yang kedua-duanya adalah laki-laki dan kakak tiriku Tanty. Kehidupan kami yang amat harmonis itu ditunjang oleh jabatan Papa di Bea dan Cukai, kami hidup serba berkecukupan. Kemudian masih dua kali lagi Ibu melahirkan dua adikku, yang satu laki dan terakhir adalah perempuan. Kulit kedua adikku ini tidak seputih kulitnya Papa dan Ibu, tetapi agak gelap sedikit dan wajah keduanya pun sama tetapi berbeda denganku, Ricky dan Rocky.
Aku menjadi anak yang sangat manja kepada Ibuku, bahkan terkadang aku suka tidur bersama Ibu bila Papa lagi pergi tugas ke tempat lain. Aku suka sekali memeluk Ibu dan memegang buah dadanya. Rupanya Ibu maklum akan diriku yang waktu kecil tidak pernah merasakan kasihnya. Tetapi dalam hati kecilku sendiri aku memandang Ibuku sebagai kekasihku.
Setelah aku tamat STM, Ibu mulai tidak mengijinkanku lagi untuk memegang buah dadanya, apalagi untuk menetek. Sebab rupanya Ibu juga jadi terangsang setiap bersamaku ketika aku mendekapnya, mengeluarkan kedua buah dadanya dari BH-nya dan aku berani mencium bibir Ibuku dan menghisap lidahnya. Semua itu membawa nikmat bagiku, apalagi melihat tubuh Ibuku berkilat oleh keringatnya dan napasnya terengah-engah serta merintih mendesah dalam pelukanku.
*****
Suatu hari di dalam kamar tidurnya Ibu mendorongku dengan kasarnya ketika aku mau mendekapnya dari belakang. Ibuku memperlihatkan wajah yang kurang senang padaku. Tentu saja hal ini membuatku kaget dan kami bertengkar sengit, untung saja tidak ada yang lihat waktu itu. Aku merengutnya dengan kasar, Ibu berontak, kutampar pipinya pelan.
"Jeffrey, mulai sekarang Ibu tak mau lagi kamu cumbu. Ingat..! Kamu sudah dewasa sekarang Jeff. Bagusnya kamu pergi cari pacar saja mulai sekarang."
"Tidak Bu, aku hanya mencintai Ibu, tak mungkin aku bisa punya wanita lain," kataku.
"Tapi aku ini Ibumu Jeff..! Ingat itu..!" jawab Ibu dengan sengit.
Akhirnya berhari-hari Ibu tidak berbicara padaku. Hal ini membuatku jadi sakit hati sebab merasa tidak diperhatikan lagi oleh Ibu. Aku jadi jarang berada di rumah dan Ibuku nampaknya 'cuek' saja padaku dan aku selalu dimarahi sama Papa sebab jarang pulang rumah. Hingga di suatu hari aku jatuh sakit di rumah temanku. Suhu tubuhku meninggi, tapi aku bepesan pada keluarga temanku itu supaya tidak memberi tahu ke rumahku. Aku sudah nekat kalau harus mati, biarlah aku mati di sini saja.
Aku jatuh pingsan, dan ketika tersadar rupanya aku telah berada di rumah sakit Pertamina dan Ibuku berada di sisiku dengan mata yang sembab oleh air mata dan wajah yang kuyu. Aku jadi terharu melihat Ibu, tapi aku tidak sanggup untuk bersuara. Ibu mengusap kepalaku sambil menangis dan memohon maaf atas sikapnya padaku.
Rupanya dua hari aku tidak sadar diri dan panas badanku tetap saja tinggi. Tapi kata dokter aku sama sekali tidak menderita penyakit apapun, dan aku disarankan untuk pulang saja. Tetapi di rumah pun demamku tidak pernah turun-turun, malah katanya hampir tiap saat aku mengigau memangil-mangil nenekku. Dan telah seminggu lebih aku tidak masuk sekolah. Aku sudah tidak mengenal orang lagi.
Hingga di suatu hari yang sepi Ibu memasuki kamarku, lalu membuka dasternya dan mengeluarkan buah dadanya dan menjulurkan puting susunya ke mulutku. Aku menghisap puting susunya itu dengan penuh lahap sambil Ibu berbaring di sampingku menjagaku dalam ketiduranku. Anehnya, akhirnya aku jadi sembuh sendiri dengan tanpa meminum obat-obatan apapun, hanya karena tiap hari menetek pada Ibuku. Padahal Ibu tidak mempunyai air susu.
Sejak saat itu, Ibu tidak lagi marah padaku bila aku memeluknya dan menariknya ke atas ranjang untuk mencumbunya. Tetapi tentu saja semua hal ini kami lakukan tanpa sepengetahuan Papa. Kami punya kode-kode tertentu bila ingin bercumbu. Setiap bersamaku, Ibu selalu melepaskan seluruh pakaiannya kecuali CD-nya. Dan aku benar-benar puas menikmati setiap jengkal daging dari tubuh Ibuku.
Ibu terengah-engah setiap kugigit daun telinganya, dan menjerit mendesah setiap aku mengerayangi buah dadanya dan menjilati lubang pusarnya. Rupanya dengan cara bercumbu begitu Ibu dapat juga mencapai orgasmenya. Aku selalu memasukkan penisku yang dijepit kuat-kuat oleh Ibu dengan pahanya. Aku sering melakukan gerakan maju mundur sampai kutumpahkan spermaku di atas paha atau kadang di atas dada atau di dalam mulut Ibuku yang selalu menelan spermaku.
Lama kelamaan aku mulai bosan dengan gaya yang itu-itu saja, aku ingin melakukan persetubuhan yang sebenarnya. Dan ini membuat Ibu berontak dan kami bergulat dengan serunya di atas ranjang. Akhirnya aku berhasil melucuti CD Ibu. Tapi yang membuatku kaget adalah ternyata ada pembalut di dalam CD Ibu, padahal Ibu lagi tidak menstruasi. Karena aku sudah gelap mata, maka dengan kasarnya aku membuka paha Ibuku, menguak lubang vaginanya dan aku mulai menyetubuhinya dengan sangat kasar. Lebih tepat dikatakan bahwa aku memperkosanya, dan Ibu hanya pasrah tergeletak dengan air mata berderai selama aku memperkosanya dengan sangat kasar dan buas.
Sama sekali tidak kasihan padanya, malah aku merasa bangga, sebab sekarang aku telah memiliki seluruh tubuh seorang wanita yang paling kucintai di atas dunia ini sebagai seorang kekasihku. Aku tidak pernah lagi melihat dia sebagai seorang wanita yang telah melahirkanku. Kutumpahkan spermaku ke dalam rahimnya yang dulu pernah mengandungku. Dan hal itu terjadi lagi hampir setiap hari setelah aku pulang dari sekolah.
Satu hal yang aku binggung, Ibu tidak mau melakukan gaya yang lain selain dari pada berbaring biasa dan aku menyetubuhinya dari atas. Ibu tidak mau menjawab ketika kutanya kenapa, Ibu selalu memakai pembalut di pantatnya. Hingga di suatu saat aku berhasil menemukan jawabannya. Ketika selesai kami bersetubuh, Ibu tertidur pulas di sisiku masih dalam keadaan telanjang bulat. Tidurnya tertelungkup, segera saja kubuka pantatnya dan apa yang kulihat benar-benar membuatku sangat terkejut.
Rupanya lubang pantat Ibu sudah rusak berat, terkuak terbuka besar seperti sebuah lubang terowongan panjang yang kira-kira berdiameter dua sentimeter, memerah kehitam-hitaman dan menganga lesu. Berarti Ibu ini sudah sering melakukan hubungan anal sex, tetapi dengan siapa? Dulu memang ada berita berita bahwa Ibu pernah menyeleweng dengan Oom Errol, tapi kenapa kok rumah tangga mereka aman-aman saja? Tidak pernah ada keributan antara Ibu dan Papa.
Selagi aku terbengong melihat lubang duburnya itu, Ibu terbangun dan menatapku lalu bertanya padaku, "Kamu mau juga main dari situ? Ibu juga pengen, soalnya udah lama nggak ngerasain."
Aku jadi bingung. Aku sih mau saja, soalnya ingin tahu juga bagaimana main anal sex itu. Kembali lagi kami bermain foreplay lebih dulu sebagai ajang pemanasan. Kami bermain enam sembilan. Kujilati klitoris dan vaginanya hingga Ibu mengelinjang sebab nikmatnya, sementara Ibu pun menghisap rudalku hingga dalam waktu singkat rudalku jadi kembali tegak berdiri siap untuk kembali berduel.
Ibu lalu mengeluarkan minyak jelly dan meminyaki lubang duburnya dengan jelly dan dimasukkannya juga ke dalam lubang duburnya, kata Ibu biar masuknya nanti enak dan Ibu tidak kesakitan. Ibu mengambil posisi menungging, pantatnya diangkat ke atas. Aku dari belakangnya mengarahkan rudalku ke lubang dubur Ibu yang sudah terbuka menganga itu. Sekali sentak, langsung masuk terus ke dalam sampai semua batang rudalku tertanam di dalam duburnya. Ibu mendesah kecil dan menarik napas tertahan ketika aku mendorong masuk sambil satu tangannya mengusap klitorisnya.
Mula-mula dengan gerakan perlahan aku melakukan gerakan piston, lalu makin cepat dan cepat hingga tubuh Ibuku terguncang-guncang. Aku meremas-remas buah dadanya dengan kasarnya. Ibu mendesah dengan napas terengah-engah dan kadang-kadang menjerit lirih. Rupanya dia begitu menikmati permainan anal sex ini, sambil mengoyang pantatnya mengimbangi gerakanku dia seperti kesetanan.
Tubuh kami kembali bermandi peluh dan peluh kami bercampur baur. Terus Ibu minta rubah posisi dengan berbaring ke samping mengangkat sebelah kakinya. Kumasukkan kembali rudalku ke dalam dubur Ibu yang sudah licin dan basah itu. Pada rudalku terlihat ada cairan berwarna kekuning-kuningan yang berbuih, Ibu pun melihatnya, namun ia hanya tersenyum memandangku.
"Sorry, tadi pagi Ibu nggak sempat beol sih, padahal tadi malam Ibu makannya banyak."
Tapi persetan lah semua itu, aku mulai 'menancap' Ibu lagi dan menghajarnya dengan 'pukulan' yang gencar bertubi-tubi non stop. Sepuluh menit telah berlalu, aku terpaksa menutup mulut Ibu, sebab suaranya semakin keras terdengar mendesah dan menjerit. Sambil kudekap dia erat-erat, tubuh Ibu jadi mengejang, napasnya megap-megap.
Rupanya Ibu telah mencapai puncak orgasmenya, dan aku semakin kuat menggenjot terus hingga seluruh tubuh Ibu bergetar dan menggelepar-gelepar untuk beberapa saat. Keringatnya membanjir dengan hebatnya, tetapi bau badan Ibu tetap harum dan ini yang membuatku semakin bernafsu lagi dan menggenjot terus hingga punyaku keluar juga akhirnya.
Ketika mencabut rudalku yang basah oleh cairan kuning berbuih, nampak lah liang dubur Ibu sudah terbuka besar layaknya seperti lubang vagina, menyerupai sebuah lubang terowongan besar yang menganga dan dalam sekali. Seluruh batang rudalku penuh dengan cairan kotoran tinja Ibuku. Dia masih tersengal-sengal, kudekap dia penuh sayang mencium pipinya, dia pun tersenyum manja memandangku dengan genitnya.
"Hesty.." kupanggil namanya, "Hesty.., kau adalah kekasihku, aku cinta padamu. Kita mesti menikah Hestyku, aku ingin melihat kau melahirkan anak-anakku."
"Kamu gila Jeff, aku kan Ibumu yang melahirkan kamu, kamu ini anak durhaka." katanya sambil mencubit hidungku yang mancung, sama mancungnya dengan hidungnya.